.. لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ..
Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu..

Sering kita liat ayat ini berseliweran di medsos. Orang-orang nge-quote kesana kemari.. ada yang cuma sekedar hafal ayatnya, hmmm banyak lhoh di antara mereka -juga kita- yang gatau lebih tentang konteks nasihatnya. Padahal ada yang menarik di situ. Kalo kita perhatiin lagi, di sana Allah tuh lagi ngomong ke Bani Israil.

Kamu inget kan Bani Israil?

Mereka adalah kaum yang bayi-bayinya dibantai/ dibunuh masal sama firaun! Waaw! Dan mereka disuruh bersyukuuuur? Gimana bisa nyuruh itu ke kaum yang trauma? yang lagi sakit-sakitnya karena kehilangan sosok yang disayang? yang lagi healing karena pernah terjadi kezaliman terbesar seantero Mesir atas penyiksaan dan perbudakan satu bangsa?

Gimana bisa…?
Kita disuruh nge-recall nikmat pas kita lagi ngelewatin ujian yang bertubi-tubi?

So di sini kita belajar bahwa bersyukur is all about shifting the focus. Bahwa bahkan ketika ada di kondisi tersempit, jika kita fokuskan pikiran kita pada hal-hal yang baik, maka seketika kebaikan itu akan terasa membesar, membesar dan meluas. Dan tentu saja hal ini mudah mengundang kemelimpahan yang lain. Karena faktanya, whatever you focus on, will grow.. 😳

Dalam hidup ini, ga semua yang sampe ke kita adalah hal-hal yang menyenangkan. Bagusnya, banyak orang coba nyikapin itu dengan sabar, tapi buruknya, banyak orang yang salah paham arti sabar. 😰

Bagi mereka sabar itu “ga boleh nangis. ga boleh sedih. Tahan sesakmu, tahan air matamu”. Bagi mereka, sabar itu “udah telen aja semua ini dan tetap senyum di hadapan orang”. Rabbana.. Ini suatu kesalahpahaman yang besar!!!!!

Liat aja para Nabi. Mereka bahkan laki-laki ya dan kalo kita liat cerita-cerita di Al Quran, ga haram tuh buat sedih apalagi nangis. Ketika Nabi Ya’kub a.s. kehilangan anak tersholeh, tertampan dan tercintanya, ia nangis sampe kehilangan penglihatannya, tapi di kondisi hati yang remuk, beliau berucap:

… اِنَّمَآ اَشْكُوْا بَثِّيْ وَحُزْنِيْٓ اِلَى اللّٰهِ …
… Hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku…

Ketika Nabi kita, Rasulullah ﷺ tercinta, ngelewatin momen TERBERAT dalam hidupnya, (yang beliau sampaikan sendiri ke Aisyah bahwa peristiwa Thaif was the hardest time of his life), sambil nangis beliau ﷺ berdoa:

… اَللَّهُمَّ إٍنِّى أَشْكُو إِلَيْكَ ضُعْفَ قُوَّتِى وَقِلَّةَ حِيْلَتِى وَهَوَانِى عَلَى النَّاسِ, يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
Ya Allah, kepada-Mu lah aku mengadukan kelemahanku, kurangnya kemampuanku, hinaku di hadapan manusia, Wahai Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang…

Kalo diperhatiin, kedua doa itu punya kata أَشْكُو, yaitu aku mengadu/komplen. Dan mereka bukan komplenin Allah atau takdir. Mereka cuma komplenin ketidakmampuan mereka, kehinaan mereka dan kelemahan mereka. Maa syaa Allah.. 🥺😭

Di situasi sulitnya, Nabi Ayyub juga pernah berdo’a:

اَنِّىۡ مَسَّنِىَ الضُّرُّ وَاَنۡتَ اَرۡحَمُ الرّٰحِمِيۡنَ‌ …
(Ya Tuhanku), sungguh, aku telah ditimpa penyakit, dan Engkau Tuhan Yang Maha Penyayang dari semua yang penyayang.

Baik doa Rasulullah dan doa Nabi Ayyub, keduanya ditutup dengan sifat Allah yang baik. 🥺

So di sini kita belajar bahwa sabar itu merasakan emosi, memproses emosi, tanpa mengeluhkan Allah nya. Sabar itu bukan menutup diri dalam skenario atau kesulitan apapun.

Jadi kalo kita lagi belajar sabar tapi masih tetep sedih, gapapa. Itu adalah sisi normal dari keberadaan kita sebagai manusia yang sehat. Justru kalo ga pernah sedih, berarti kita itu mati rasa. Ada yang ga sehat dari diri kita.

Ohya tentang sabar ini, seringkali orang memahami, sabar tuh “aku harus tegar, aku harus kuat” well itu gakkan berhasil. Kita itu cuma manusia biasa. Memapar diri dengan “Aku kuat, aku kuat, aku kuat..” gakkan berhasil, we are human and we’ll eventually break.. self-help itu bukan yang dilakukan para Nabi. Rasulullah ﷺ aja pernah berdo’a, “Wa laa takilnii ila nafsii tharfata ‘aini.. (Jangan tinggalkan aku walau sekejap mata)”. Jadi para Nabi tuh ga pernah bergantung pada diri mereka sendiri. Mereka selalu berpaling ke Allah, minta pertolongan-Nya, dan mengenali ketidakmampuan mereka kalo melakukannya sendiri.

Kita itu lemah, dan Allah sendiri yang bilang bahwa Dia ciptakan kita lemah. Bukankah berulang kali kita berdzikir, “laa hawla wa laa quwwata illa billah” (tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah) ? Yang berarti, secara lisan kita mengakui bahwa gaada perubahan keadaan, ga ada kuasa kecuali dengan izin Allah. Laaa – sama sekali tidak ada. Negasi mutlak.

Dan dzikir ini adalah obat 99 penyakit. Salah satunya stress. Kita bisa ngerti kenapa. 🙂 Karena kita bakal lebih stresss lagi kalo berpikir kitalah sumber kekuatan dan sumber perubahannya.

So.. gaada orang yang kuat dengan dirinya. kita itu gakkan kuat dengan diri sendiri. Kamu hanya akan kuat dengan Allah. Inilah yang kita pelajari dari orang-orang di Al Qur’an.

Mudah-mudahan, sabar dan syukur selalu menyertai.. dan semoga segala syukurmu dapat memanggil segala kemelimpahan yang lain.
Amin

Mau dapet Quranic Letter secara personal langsung dari penulis ke Emailmu?

Yuk Gabung! 😎

Udah ada 1500+ Milenial Indonesia + Malaysia nih yang gabung! Masa iya kamu rela gak ikutan!

Jangan Shalih Sendirian. SHARE:

One thought on “Cara Para Nabi Ngadepin Momen Terberatnya

  1. kalimat pertama lgsg deg makjleb krn beneran baru td sore bgt nemu potongan ayat itu di medsos

    jazakillah khayr kak sdh dielaborate dgn ciamik🥹🎯

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *